BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan
sosial di dalam kehidupan masyarakat adalah merupakan gejala umum yang terjadi
di setiap masyarakat kapan dan di mana saja. Perubahan sosial juga merupakan
gejala sosial yang terjadi sepanjang masa. Karena melekatnya gejala perubahan
sosial di dalam masyarakat itu, sampai sampai ada yang mengatakan bahwa semua
yang ada di masyarakat mengalami perubahan, kecuali satu hal yakni perubahan
itu sendiri.
Konsep dan pemikiran tentang Ubi societas Ibi ius yang bermakna dimana
ada masyarakat di situ ada hukum, maka perlu digambarkan hubungan antara
perubahan sosial dan hukum dalam kaitannya dengan aturan. Masyarakat ada dan
menciptakan hukum, masyarakat berubah, maka hukumpun berubah. Perubahan hukum
melalui dua bentuk, yakni masyarakat berubah terlebih dahulu, baru hukum datang
mengesahkan perubahan itu (perubahan pasif) dan bentuk lain yaitu hukum sebagai
alat untuk mengubah ke arah yang lebih baik (law as a tool of sosial
engineering).
Peranan
hukum di dalam masyarakat khususnya dalam menghadapi perubahan masyarakat perlu
dikaji dalam rangka mendorong terjadinya perubahan sosial. Pengaruh peranan
hukum ini bisa bersifat langsung dan tidak langsung atau signifikan atau tidak.
Hukum memiliki pengaruh yang tidak langsung dalam mendorong munculnya perubahan
sosial pada pembentukan lembaga kemasyarakatan tertentu yang berpengaruh
langsung terhadap masyarakat. Di sisi lain, hukum membentuk atau mengubah
institusi pokok atau lembaga kemasyarakatan yang penting, maka terjadi pengaruh
langsung, yang kemudian sering disebut hukum digunakan sebagai alat untuk
mengubah perilaku masyarakat.
Signifikannya
peranan hukum dalam menciptakan perubahan sosial ini kemudian menyebabkan
muncul strategi-strategi yang memanfaatkan penciptaan hukum untuk menggiring
masyarakat ke arah dan tujuan tertentu. Namun tidak semua peraturan hukum yang
dibuat akan serta merta berhasil untuk menciptakan perubahan sosial. Ada
berbagai hal yang sangat perlu diperhatikan untuk mengefektifkan suatu legislasi
dalam rangka membawa masyarakat ke arah perubahan yang diinginkan oleh
pembentuk hukum.
Konsep dan
pemikiran tentang Ubi societas Ibi ius yang bermakna dimana ada masyarakat di
situ ada hukum, maka perlu digambarkan hubungan antara perubahan sosial dan
hukum dalam kaitannya dengan aturan. Masyarakat ada dan menciptakan hukum,
masyarakat berubah, maka hukumpun berubah. Perubahan hukum melalui dua bentuk,
yakni masyarakat berubah terlebih dahulu, baru hukum datang mengesahkan
perubahan itu (perubahan pasif) dan bentuk lain yaitu hukum sebagai alat untuk
mengubah ke arah yang lebih baik (law as a tool of sosial engineering)
Berdasarkan
latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk membahas tentang perubahan
sosial, lebih mendalam dalam aspek hukum sebagai alat untuk melakukan perubahan
sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Perubahan Sosial?
2. Apa Saja Faktor Perubahan Sosial?
3. Hubungan Perubahan Sosial Dengan Hukum?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perubahan Sosial
Perubahan
diartikan sebagai suatu hal atau keadaan berubah, peralihan dan pertukaran.
Dengan demikian perubahan adalah sebuah proses yang mengakibatkan keadaan
sekarang berbeda dengan keadasan sebelumnya, karena mengalami perubahan atau
pertukaran. William F. Ogburn memberi batasan terhadap makna perubahan sosial
hanya pada unsure-unsur kebudayaan.[1]
Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial adalah perubahan dalam
struktur masyarakat. Misalnya dengan timbulnya organisasi buruh dalam
masyarakat kapitalis, terjadi perubahan-perubahan hubungan antara buruh dan
majikan, selanjutnya perubahan-perubahan organisasi ekonomi dan politik.[2]
Perubahan
memiliki aspek yang luas, termasuk didalamnya yang berkaitan dengan nilai,
norma, tingkah laku, organisasi sosial, lapisan sosial, kekuasaan, wewenang dan
intraksi sosial. Menurut Koenjaraningrat perubahan sosial itu sendiri mencakup
nilai-nilai yang bersifat material maupun budaya tertentu untuk mencapai tujuan
bersama. Dengan demikian masayarakat adalah kelompok sosial yang mendiami suatu
tempat. Istilah sosial itu sendiri dipergunakan untuk menyatakan pergaulan
serta hubungan antara manusia dan kehidupannya, hal ini terjadi pada masyarakat
secara teratur, sehingga cara hubungan ini mengalami perubahan dalam perjalanan
masa, sehingga membawa pada perubahan masyarakat.[3]
Perubahan
adalah proses sosial yang dialami oleh masyarakat serta semua unsur-unsur
budaya dan sistem sosial, dimana semua tingkatan kehidupan masyarakat secara
sukarela atau dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola
kehidupan, budaya dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau
menggunakan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial baru.[4]
Sebagaimana telah diungkapkan diatas dapat kita pahami bahwa perubahan itu
adalah sebagai suatu hal atau keadaan berubah, peralihan dan pertukaran, maka
perubahan itu sendiri terjadi membutuhkan sebuah proses sehingga akan
mengakibatkan terjadinya perubahan sosial. Dengan demikian perubahan adalah
suatu proses yang mengakibatkan keadaan sekarang berbeda dengan keadaan sebelumnya.
B.
Faktor
Perubahan Sosial
Proses
perubahan masyarakat pada dasarnya merupakan perubahan pola perilaku kehidupan
dari seluruh norma-norma sosial yang baru secara seimbang, berkemajuan dan
berkesinambungan. Pola-pola kehidupan masyarakat lama yang dianggap sudah usang
dan tidak relevan lagi akan diganti dengan pola-pola kehidupan baru yang tidak
sesuai dengan kebutuhan sekarang dan masa mendatang.[5]
Pendapat lain mengatakan bahwa perubahan itu juga terjadi dalam suatu
masyarakat dapat disebabkan oleh terganggunya keseimbangan atau tidak adanya
sinkronisasi, terganggunya keseimbangan ini akan mengakibatkan terjadinya
ketegangan-ketegangan dalam tubuh manusia, disamping itu juga adanya ketidak
puasan suatu masyarakat terhadap kondisi budaya yang ada.
Disisi lain
yang dominan dalam perubahan itu sendiri, tidak dapat dipungkiri karena adanya
penemuan baru (invention), pertumbuhan penduduk yang semakin banyak dan
kebudayaan (culture).[6]
Aspirasi seorang individu atau kelompok dalam melaksanakan perubahan sosial
sangat dipengaruhi oleh inovasi dan adaptasi dari setiap teknologi yang baru
muncul, atau nampak ditengah-tengah masyarakat, baik tekhnologi yang berasal
dari dalam (intern) maupun luar (ekstren) negeri. Fenomena ini menggambarkan
bahwa betapa pentingnya inovasi bagi kemajuan dan perubahan dalam suatu
masyarakat, sehingga pada akhirnya dapat dijadikan sebagai bagian dari
peradaban masyarakat.
Berkaitan
dengan hal ini O.P.Darma dan O.P. Bhatnagar mencatat setidaknya ada empat faktor
yang merangsang perubahan pada manusia yaitu : Manusia secara terus menerus
berupaya untuk memodifikasi sumber daya alam dalam bentuk pemecahan masalah.
Upaya tersebut dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan, melengkapi dan
menyempurnakan perubahan yang secara berkelanjutan tercipta dalam lingkungan
manusia. Proses kompetitif ini untuk membandingkan kemampuan seseorang dengan
orang lain sangat ditentukan oleh daya dorong mengatasi inovasi.
Dalam hal disorganisasi yang sangat menyedihkan adalah
kebiasaan masyarakat biasanya sangat sedikit dalam bekerja pada lingkungan yang
baru sebagai suatu rangsangan untuk melakukan perubahan. Berdasarkan ulasan
para tokoh tersebut, maka sebuah perubahan yang bersifat komperhensif
membutuhkan rangsangan yang dapat memotivasi objek sasaran perubahan tersebut.
Yang tak kalah pentingnya sejauh manakah rangsangan itu dapat membawa dampak,
baik secara positif maupun negatif, hal ini dimaklumi otomatis rangsangan itu
akan cepat diterima apabila membawa keuntungan bagi penerima perubahan itu
sendiri.
Banyak hal
yang menyebabkan terjadinya perubahan itu pada masyarakat diantaranya adalah[7]:
a.
Kontak
dengan kebudayaan lain. Kontak langsung maupun tidak langsung telah mendorong terjadinya
perubahan sosial dan kebudayaan. Seperti contoh pengaruh.
b.
Adanya
masyarakat asing didaerah tertentu dan juga adanya internet yang menyebarkan
pengaruh kebudayaan asing.
c.
Sistem
pendidian formal yang maju. Pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan
untuk adanya perubahan yang menuju kearah yang lebih baik. SDM suatu tempat
akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena mereka lebih dapat
memanaatkan Alam dengan efektif dan efisien.
d.
Sikap
menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan yang maju. Setiap
karya dapat berpotensi untuk memajukan peradaban manusia. Seperti karya atau
penemuan telepon. Pada awalnya telepon tidak dianggap oleh masyarakat sebagai
karya yang hebat mereka lebih meremehkannya. Tapi suatu ketika masyarakat mengetahui
fungsi sesungguhnya maka karya tersebut menjadi sangat dihargai masyarakat.
Suatu perbuatan pasti diawali oleh keinginan. Keinginan untuk maju membuat kita
berkembang kearah yang lebih baik.
e.
Sistem
terbuka lapisan masyarakat. Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial
vertical yang luas atau berarti memberi kesempatan kepada para individu untuk
maju atas dasar kemampuan sendiri. Dalam keadaan demikian, seseorang mungkin
akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai satus lebih
tinggi. Identifikasi merupakan tingkah laku yang sedemikian rupa sehngga
seseorang merasa berkedudukan sama dengan orang atau golongan lain yang
dianggap lebih tinggi dengan harapan agar diperlakukan sama dengan golongan
tersebut. Identifikasi terjadi dalam hubungan super ordinasi-subordinasi. Pada
golongan yang berkedudukan lebih rendah
acap kali terdapat perasaan tidak puas terhadap kedudukan sosial sendiri.
Keadaan tersebut dalam sosiologi disebut status-anxiety. Status anxiety
menyebabkan seseorang berusaha untuk menaikkan kedudukan sosialnya.
f.
Penduduk
yang heterogen. Pada masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang
mempunyai latar belakang kebudayaan ras ideologi yang berbeda mudah terjadinya
pertentangan-pertentangan yang mengundang kegoncangan-kegoncangan. Keadaan
demikian menjadi pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam
masyarakat.
g.
Ketidakpuasan
masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
h.
Orientasi ke
masa depan
i.
Nilai bahwa
manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya
C.
Hubungan
Antara Perubahan Sosial Dengan Hukum
Perubahan-perubahan
sosial yang terjadi di dalam suatu masyarakat dapat terjadi oleh bermacam-macam
sebab. Sebab sebaab tersebut dapat berasal dari masyarakat itu sendiri (intern)
maupun dari luar masyarakat tersebut (ekstern).[8]
Saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan social pada umumnya
adalah lembaaga kemasyarakatan di bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan
agama dan seterusnya. Di dalam proses perubahan hukum (terutama yang tertulis)
pada umumnya dikenal dengan tiga badan yaitu badan-badan pembentuk hukum,
badan-badan penegak hukum dan badan-badan pelaksana hukum. Adanya badan-badan
pembentuk hukum yang khusus, adanya badan-badan peradilan yang menegakkan hukum
serta badan-badan pelaksana yang menjalankan hukum merupakan cirri-ciri yang
terdapat pada Negara modern. Pada masyarakat sederhana, ketiga fungsi tadi
mungkin berada di tangan suatu badan tertentu atau diserahkan pada unit-unit
terpenting dalam masyarakat seperti keluarga luas. Akan tetapi, baik pada
masyarakat modern maupun sederhana ketiga fungsi tersebut dijalankan dan
merupakan saluran-saluran melalui mana hukum itu mengalami perubahan-perubahan.
D.
Hukum
Sebagai Alat Untuk Melakukan Perubahan Sosial
Hukum dan perubahan sosial bila digambarkan bagai dua sisi mata uang,
keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Perubahan sosial membawa dampak
pada perubahan hukum yang hidup di masyarakat, demikian pula perubahan hukum
akan memberi kontribusi yang cukup signifikan dalam perubahan sosial. Kenyataan
bahwa suatu pembentukan hukum dapat membawa perubahan pada masyarakat membuat
para pembentuk hukum (legislator) harus dapat dengan bijak membentuk hukum agar
hukum yang dibentuk dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan sebaliknya
membawa kekacauan.
Hukum berperan penting dalam mendorong terjadinya perubahan sosial
dengan berbagai cara. Pertama, hukum dapat membentuk institusi sosial yang akan
membawa pengaruh langsung pada tingkat atau karakter perubahan sosial. Kedua,
hukum sering kali menyediakan kerangka institusional bagi lembaga tertentu yang
secara khusus dirancang untuk mempercepat pengaruh perubahan. Dan yang ketiga,
hukum membentuk kewajiban-kewajiban untuk membangun situasi yang dapat mendorong
terjadinya perubahan.
Ada beberapa kondisi di dalam hukum yang dapat mempengaruhi perilaku
(perubahan sosial) secara efektif. Pertama, sumber dari hukum yang baru
dibentuk harus bersifat otoritatif dan prestisius. Mandat dari para legislator
memberikan legitimasi bagi tindakan yang mereka lakukan untuk mewujudkan
perubahan yang substansial.
Kedua, alasan dibuatnya hukum baru tersebut harus diungkapkan, khususnya
terkait dengan kompatibilitas dan kontinuitasnya dengan prinsip-prinsip hukum
dan budaya yang telah ada. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa hukum
dapat menjadi sebuah kekuatan yang tangguh untuk perubahan ketika perubahan
tersebut berasal dari sebuah prinsip yang telah mengakar kuat pada budaya
masyarakat yang bersangkutan. Hukum harus tampil secara kompatibel dengan
asumsi-asumsi budaya dan pola-pola perkembangan hukum yang paling umum
diterima.
Ketiga, menjelaskan mengenai sifat dasar dan signifikan dari pola
tingkah laku yang baru yang diharuskan oleh hukum dengan melihat pada kelompok,
masyarakat, atau komunitas di mana pola-pola ini hadir. Dengan demikian hukum
baru yang dibentuk tersebut bersifat praktis dalam tujuannya.
Keempat, menggunakan unsur waktu secara sadar dalam tindakan legislatif.
Semakin singkat waktu transisinya, semakin mudah adaptasi perubahan yang
dibutuhkan oleh hukum. Pengurangan penundaan akan meminimalisir kemungkinan
tumbuhnya perlawanan yang terorganisir maupun yang tidak terorganisir tehadap
perubahan. Namun ada pula asumsi yang menyatakan bahwa legislasi akan bekerja
dengan lebih baik apabila diberi waktu untuk merencanakan persiapan dalam
rangka menyambut perubahan.
Kelima, bahwa lembaga penyelenggara hukum harus berkomitmen terhadap
tingkah laku yang diharuskan oleh hukum. Penting untuk mempertanyakan tekanan seperti
apa yang cenderung muncul pada lembaga penyelenggara hukum dalam upaya
mendukung penyelenggaraan hukum yang efektif.
Keenam, perlunya sanksi positif dalam perumusan hukum. Sanksi hukum
biasanya dianggap sebagai hukuman dalam berbagai macam bentuknya. Insentif
positif bagi yang telah mematuhi hukum juga sama pentingnya untuk mendorong
perubahan sosial. Kombinasi antara imbalan dan hukuman harus memiliki proporsi
yang seimbang. Yang terakhir, memberikan perlindungan yang efektif bagi hak-hak
orang yang dirugikan akibat pelanggaran hukum. Mereka harus diberi insentif
untuk menggunakan legislasi tersebut.
Apabila ditilik dari proses perkembangan hukum dalam sejarah terhadap
hubungan dengan eksistensi dan peranan dari kesadaran hukum masyarakat ini
dalam tubuh hukum positif, terdapat suatu proses pasang surut dalam bentangan
waktu yang teramat panjang. Hukum hukum masyarakat primitif, jelas merupakan
hukum yang sangat berpengaruh, bahkan secara total merupkan penjelmaan dari
hukum masysarakatnya. Kemudian, ketika berkembangnya paham scholastic yang di
percaya. Hukum berasal dari tahun (abad pertengahan) dan berkembang mazhab
hukum alam modern (abad ke- 18 dan ke-19), mengultuskan rasio manusia,
eksistensi dan peranan kesadaran, sangat kecil dalam hal ini, kesadaran hukum
tidk penting lagi bagi hukum. Yang terpenting adalah titah tuhan sebagaimana
yang terdapat dalam kitab-kitab suci (mazhab scholastik) atau hasil renungan
manusia dengan menyesuaikan rasionya. (Mazhab hukum alam modern) selanjutnya,
ketika berkembangnya paham-paham sosiologi pada akhir abad ke-19 dan awal abad
ke-20 yang masuk juga kedalam bidang hukum.[9]
Masalah
kesadaran hukum masyarakat mulai lagi berperan dalam pembentukan, penerapan dan
penganalisaan hukum. Dengan demikian, terhadap hukum dalam masyarakat maju
berlaku ajaran yang disebut dengan co-variant theory. Teory ini mengajarkan
bahwa ada kecocokan antara hukum dan bentuk-bentuk prilaku hukum. Disamping itu
berlaku juga doktrin volksgeist (jiwa bangsa) dan rechtsbemu stzijn (kesadaran
hukum) sebagaimana yang diajarkan oleh Eugen Ehrlich. Misalnya doktrin –
doktrin tersebut mengajarkan bahwa hukum haruslah sesuai dengan jiwa bangsa
atau kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum dipandang sebagai mediator
antara hukum dan bentuk-bentuk prilaku manusia dalam masyarakat.
Hukum adalah
pegangan yang pasti, positif, dan pengarah bagi tujuan-tujuan program suatu
pemerintahan yang akan dicapai. Semua aspek kehidupan dan kesosialan harus
diatur dan harus tunduk pada prinsip-prinsip hukum, sehingga dapat tercipta
masyarakat yang teratur, tertib dan berbudaya disiplin. Hukum dipandang selain
sebagai sarana pengaturan ketertiban rakyat (a tool of sosial order) tetapi
juga dipandang sebagai sarana untuk memperbaharui dan mengubah masyarakat ke
arah hidup yang lebih baik (as a tool of sosial engineering).
Sebagai alat
untuk mengubah masyarakat yang dikemukakan oleh Roscoe Pound “as a tool of sosial
engineering”. Perubahan masyarakat yang dimaksud terjadi bila seseorang atau
sekelompok orang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin
lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pelopor perubahan tersebut memimpin masyarakat
dalam mengubah sistem sosial dan di dalam melaksanakan hal itu langsung
berkaitan dengan tekanan-tekanan untuk melakukan perubahan, dan mungkin pula
menyebabkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga lainnya.[10]
Terbentuknya
hukum sangat berpengaruh bagi kelangsungan sebuah sistem kesosialan masyarakat.
Hukum itu bersifat terikat terhadap setiap individu. Dengan adanya hukum yang
terikat, segala bentuk kegiatan masyarakat, baik itu yang positif maupun
negatif akan terkontrol oleh adanya hukum. Tindakan masyarakat akan terus
mengalami perubahan, apabila masyarakat tersebut melakukan sebuah tindakan
negatif yang bertentangan dengan hukum yang telah terbentuk. Pelanggaran
terhadap hukum, akan mengakibatkan masyarakat mendapat beberapa sanksi tegas,
sehingga sedikit demi sedikit kedisiplinan akan kepatuhan masyarakat akan
terbentuk.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari apa yang telah dipaparkan maka
dapat diambil kesimpulan sebagai penutup, yaitu:
A)
Perubahan
sosial mengarah kepada perubahan hukum.
Dalam hal ini, hukum bersifat reaktif dan mengikuti perubahan
sosial. Perubahan hukum adalah salah
satu dari banyak respons terhadap perubahan sosial. Sering kali respons hukum
terhadap perubahan sosial, yang sudah pasti melalui suatu tenggang waktu (time
lag), akan menyebabkan perubahan sosial baru.
B)
Perubahan-perubahan
sosial yang terjadi di dalam suatu masyarakat dapat terjadi oleh bermacam-macam
sebab. Sebab sebab tersebut dapat berasal dari masyarakat itu sendiri (intern)
maupun dari luar masyarakat tersebut (ekstern).
C)
Hukum
berperan penting dalam mendorong terjadinya perubahan sosial dengan berbagai
cara. Hukum dapat membentuk institusi sosial yang akan membawa pengaruh
langsung pada tingkat atau karakter perubahan sosial, hukum sering kali
menyediakan kerangka institusional bagi lembaga tertentu yang secara khusus
dirancang untuk mempercepat pengaruh perubahan, serta hukum membentuk
kewajiban-kewajiban untuk membangun situasi yang dapat mendorong terjadinya
perubahan. Diperlukan kondisi-kondisi tertentu agar hukum dapat mempengaruhi
perilaku (perubahan sosial) secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Bungin.Burhanuddin, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradikma,
dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Fajar
Interpratama Offset, 2006)
Gazalba.Sidi, Islam dan Perubahan Sosial Budaya:
Kajian Islam tentang Perubahan
Masyarakat, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983)
Nommy Horas Thombang.Siahaan, Hukum Lingkungan dan
Ekologi Pembangunan,
(Jakarta: Ed Ke-2, Erlangga 2004)
Ogburn.William F., Sosial Change, (New York: Viking
Press, 1982)
Soekanto.Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta:
Yayasan Penerbit Universitas
Indonesia, 1974)
Soerjono Soekamto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2005)
Susanto.Asrid S., Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial,
(Jakarta: TK.Bica Cupta,
1979)
Syani.Abdul, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat,
(Jakarta: Pustaka Jaya, 1995)
[2] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu
Pengantar, (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1974), hlm.
217
[3] Sidi Gazalba, Islam dan Perubahan
Sosial Budaya: Kajian Islam tentang Perubahan Masyarakat, (Jakarta: Pustaka
al-Husna, 1983), hlm. 15
[4] Burhanuddin Bungin, Sosiologi
Komunikasi Teori, Paradikma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat,
(Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2006), hlm. 92
[8] Soerjono
Soekamto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. Grafindo Persada,
2005), hlm. 112
[10] Siahaan, Nommy Horas Thombang., Hukum Lingkungan
dan Ekologi Pembangunan, (Erlangga: Jakarta, 2004), hlm. 125
Tidak ada komentar:
Posting Komentar