Powered By Blogger

Sabtu, 21 Mei 2016

perubahan sosial dan hukum

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Perubahan sosial di dalam kehidupan masyarakat adalah merupakan gejala umum yang terjadi di setiap masyarakat kapan dan di mana saja. Perubahan sosial juga merupakan gejala sosial yang terjadi sepanjang masa. Karena melekatnya gejala perubahan sosial di dalam masyarakat itu, sampai sampai ada yang mengatakan bahwa semua yang ada di masyarakat mengalami perubahan, kecuali satu hal yakni perubahan itu sendiri.
Konsep dan pemikiran tentang Ubi societas Ibi ius yang bermakna dimana ada masyarakat di situ ada hukum, maka perlu digambarkan hubungan antara perubahan sosial dan hukum dalam kaitannya dengan aturan. Masyarakat ada dan menciptakan hukum, masyarakat berubah, maka hukumpun berubah. Perubahan hukum melalui dua bentuk, yakni masyarakat berubah terlebih dahulu, baru hukum datang mengesahkan perubahan itu (perubahan pasif) dan bentuk lain yaitu hukum sebagai alat untuk mengubah ke arah yang lebih baik (law as a tool of sosial engineering).
Peranan hukum di dalam masyarakat khususnya dalam menghadapi perubahan masyarakat perlu dikaji dalam rangka mendorong terjadinya perubahan sosial. Pengaruh peranan hukum ini bisa bersifat langsung dan tidak langsung atau signifikan atau tidak. Hukum memiliki pengaruh yang tidak langsung dalam mendorong munculnya perubahan sosial pada pembentukan lembaga kemasyarakatan tertentu yang berpengaruh langsung terhadap masyarakat. Di sisi lain, hukum membentuk atau mengubah institusi pokok atau lembaga kemasyarakatan yang penting, maka terjadi pengaruh langsung, yang kemudian sering disebut hukum digunakan sebagai alat untuk mengubah perilaku masyarakat.
Signifikannya peranan hukum dalam menciptakan perubahan sosial ini kemudian menyebabkan muncul strategi-strategi yang memanfaatkan penciptaan hukum untuk menggiring masyarakat ke arah dan tujuan tertentu. Namun tidak semua peraturan hukum yang dibuat akan serta merta berhasil untuk menciptakan perubahan sosial. Ada berbagai hal yang sangat perlu diperhatikan untuk mengefektifkan suatu legislasi dalam rangka membawa masyarakat ke arah perubahan yang diinginkan oleh pembentuk hukum.
Konsep dan pemikiran tentang Ubi societas Ibi ius yang bermakna dimana ada masyarakat di situ ada hukum, maka perlu digambarkan hubungan antara perubahan sosial dan hukum dalam kaitannya dengan aturan. Masyarakat ada dan menciptakan hukum, masyarakat berubah, maka hukumpun berubah. Perubahan hukum melalui dua bentuk, yakni masyarakat berubah terlebih dahulu, baru hukum datang mengesahkan perubahan itu (perubahan pasif) dan bentuk lain yaitu hukum sebagai alat untuk mengubah ke arah yang lebih baik (law as a tool of sosial engineering)
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk membahas tentang perubahan sosial, lebih mendalam dalam aspek hukum sebagai alat untuk melakukan perubahan sosial.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Perubahan Sosial?
2.      Apa Saja Faktor Perubahan Sosial?
3.      Hubungan Perubahan Sosial Dengan Hukum?













BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perubahan Sosial
Perubahan diartikan sebagai suatu hal atau keadaan berubah, peralihan dan pertukaran. Dengan demikian perubahan adalah sebuah proses yang mengakibatkan keadaan sekarang berbeda dengan keadasan sebelumnya, karena mengalami perubahan atau pertukaran. William F. Ogburn memberi batasan terhadap makna perubahan sosial hanya pada unsure-unsur kebudayaan.[1] Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial adalah perubahan dalam struktur masyarakat. Misalnya dengan timbulnya organisasi buruh dalam masyarakat kapitalis, terjadi perubahan-perubahan hubungan antara buruh dan majikan, selanjutnya perubahan-perubahan organisasi ekonomi dan politik.[2]
Perubahan memiliki aspek yang luas, termasuk didalamnya yang berkaitan dengan nilai, norma, tingkah laku, organisasi sosial, lapisan sosial, kekuasaan, wewenang dan intraksi sosial. Menurut Koenjaraningrat perubahan sosial itu sendiri mencakup nilai-nilai yang bersifat material maupun budaya tertentu untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian masayarakat adalah kelompok sosial yang mendiami suatu tempat. Istilah sosial itu sendiri dipergunakan untuk menyatakan pergaulan serta hubungan antara manusia dan kehidupannya, hal ini terjadi pada masyarakat secara teratur, sehingga cara hubungan ini mengalami perubahan dalam perjalanan masa, sehingga membawa pada perubahan masyarakat.[3]
Perubahan adalah proses sosial yang dialami oleh masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem sosial, dimana semua tingkatan kehidupan masyarakat secara sukarela atau dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial baru.[4] Sebagaimana telah diungkapkan diatas dapat kita pahami bahwa perubahan itu adalah sebagai suatu hal atau keadaan berubah, peralihan dan pertukaran, maka perubahan itu sendiri terjadi membutuhkan sebuah proses sehingga akan mengakibatkan terjadinya perubahan sosial. Dengan demikian perubahan adalah suatu proses yang mengakibatkan keadaan sekarang berbeda dengan keadaan sebelumnya.

B.     Faktor Perubahan Sosial
Proses perubahan masyarakat pada dasarnya merupakan perubahan pola perilaku kehidupan dari seluruh norma-norma sosial yang baru secara seimbang, berkemajuan dan berkesinambungan. Pola-pola kehidupan masyarakat lama yang dianggap sudah usang dan tidak relevan lagi akan diganti dengan pola-pola kehidupan baru yang tidak sesuai dengan kebutuhan sekarang dan masa mendatang.[5] Pendapat lain mengatakan bahwa perubahan itu juga terjadi dalam suatu masyarakat dapat disebabkan oleh terganggunya keseimbangan atau tidak adanya sinkronisasi, terganggunya keseimbangan ini akan mengakibatkan terjadinya ketegangan-ketegangan dalam tubuh manusia, disamping itu juga adanya ketidak puasan suatu masyarakat terhadap kondisi budaya yang ada.
Disisi lain yang dominan dalam perubahan itu sendiri, tidak dapat dipungkiri karena adanya penemuan baru (invention), pertumbuhan penduduk yang semakin banyak dan kebudayaan (culture).[6] Aspirasi seorang individu atau kelompok dalam melaksanakan perubahan sosial sangat dipengaruhi oleh inovasi dan adaptasi dari setiap teknologi yang baru muncul, atau nampak ditengah-tengah masyarakat, baik tekhnologi yang berasal dari dalam (intern) maupun luar (ekstren) negeri. Fenomena ini menggambarkan bahwa betapa pentingnya inovasi bagi kemajuan dan perubahan dalam suatu masyarakat, sehingga pada akhirnya dapat dijadikan sebagai bagian dari peradaban masyarakat.
Berkaitan dengan hal ini O.P.Darma dan O.P. Bhatnagar mencatat setidaknya ada empat faktor yang merangsang perubahan pada manusia yaitu : Manusia secara terus menerus berupaya untuk memodifikasi sumber daya alam dalam bentuk pemecahan masalah. Upaya tersebut dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan, melengkapi dan menyempurnakan perubahan yang secara berkelanjutan tercipta dalam lingkungan manusia. Proses kompetitif ini untuk membandingkan kemampuan seseorang dengan orang lain sangat ditentukan oleh daya dorong mengatasi inovasi.
            Dalam hal disorganisasi yang sangat menyedihkan adalah kebiasaan masyarakat biasanya sangat sedikit dalam bekerja pada lingkungan yang baru sebagai suatu rangsangan untuk melakukan perubahan. Berdasarkan ulasan para tokoh tersebut, maka sebuah perubahan yang bersifat komperhensif membutuhkan rangsangan yang dapat memotivasi objek sasaran perubahan tersebut. Yang tak kalah pentingnya sejauh manakah rangsangan itu dapat membawa dampak, baik secara positif maupun negatif, hal ini dimaklumi otomatis rangsangan itu akan cepat diterima apabila membawa keuntungan bagi penerima perubahan itu sendiri.
Banyak hal yang menyebabkan terjadinya perubahan itu pada masyarakat diantaranya adalah[7]:
a.       Kontak dengan kebudayaan lain. Kontak langsung maupun tidak langsung telah mendorong terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Seperti contoh pengaruh.
b.      Adanya masyarakat asing didaerah tertentu dan juga adanya internet yang menyebarkan pengaruh kebudayaan asing.
c.       Sistem pendidian formal yang maju. Pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan untuk adanya perubahan yang menuju kearah yang lebih baik. SDM suatu tempat akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena mereka lebih dapat memanaatkan Alam dengan efektif dan efisien.
d.      Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan yang maju. Setiap karya dapat berpotensi untuk memajukan peradaban manusia. Seperti karya atau penemuan telepon. Pada awalnya telepon tidak dianggap oleh masyarakat sebagai karya yang hebat mereka lebih meremehkannya. Tapi suatu ketika masyarakat mengetahui fungsi sesungguhnya maka karya tersebut menjadi sangat dihargai masyarakat. Suatu perbuatan pasti diawali oleh keinginan. Keinginan untuk maju membuat kita berkembang kearah yang lebih baik.
e.       Sistem terbuka lapisan masyarakat. Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertical yang luas atau berarti memberi kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri. Dalam keadaan demikian, seseorang mungkin akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai satus lebih tinggi. Identifikasi merupakan tingkah laku yang sedemikian rupa sehngga seseorang merasa berkedudukan sama dengan orang atau golongan lain yang dianggap lebih tinggi dengan harapan agar diperlakukan sama dengan golongan tersebut. Identifikasi terjadi dalam hubungan super ordinasi-subordinasi. Pada golongan yang berkedudukan  lebih rendah acap kali terdapat perasaan tidak puas terhadap kedudukan sosial sendiri. Keadaan tersebut dalam sosiologi disebut status-anxiety. Status anxiety menyebabkan seseorang berusaha untuk menaikkan kedudukan sosialnya.
f.       Penduduk yang heterogen. Pada masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang mempunyai latar belakang kebudayaan ras ideologi yang berbeda mudah terjadinya pertentangan-pertentangan yang mengundang kegoncangan-kegoncangan. Keadaan demikian menjadi pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
g.      Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
h.      Orientasi ke masa depan
i.        Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya





C.    Hubungan Antara Perubahan Sosial Dengan Hukum
Perubahan-perubahan sosial yang terjadi di dalam suatu masyarakat dapat terjadi oleh bermacam-macam sebab. Sebab sebaab tersebut dapat berasal dari masyarakat itu sendiri (intern) maupun dari luar masyarakat tersebut (ekstern).[8] Saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan social pada umumnya adalah lembaaga kemasyarakatan di bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan agama dan seterusnya. Di dalam proses perubahan hukum (terutama yang tertulis) pada umumnya dikenal dengan tiga badan yaitu badan-badan pembentuk hukum, badan-badan penegak hukum dan badan-badan pelaksana hukum. Adanya badan-badan pembentuk hukum yang khusus, adanya badan-badan peradilan yang menegakkan hukum serta badan-badan pelaksana yang menjalankan hukum merupakan cirri-ciri yang terdapat pada Negara modern. Pada masyarakat sederhana, ketiga fungsi tadi mungkin berada di tangan suatu badan tertentu atau diserahkan pada unit-unit terpenting dalam masyarakat seperti keluarga luas. Akan tetapi, baik pada masyarakat modern maupun sederhana ketiga fungsi tersebut dijalankan dan merupakan saluran-saluran melalui mana hukum itu mengalami perubahan-perubahan.


D.    Hukum Sebagai Alat Untuk Melakukan Perubahan Sosial
Hukum dan perubahan sosial bila digambarkan bagai dua sisi mata uang, keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Perubahan sosial membawa dampak pada perubahan hukum yang hidup di masyarakat, demikian pula perubahan hukum akan memberi kontribusi yang cukup signifikan dalam perubahan sosial. Kenyataan bahwa suatu pembentukan hukum dapat membawa perubahan pada masyarakat membuat para pembentuk hukum (legislator) harus dapat dengan bijak membentuk hukum agar hukum yang dibentuk dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan sebaliknya membawa kekacauan.
Hukum berperan penting dalam mendorong terjadinya perubahan sosial dengan berbagai cara. Pertama, hukum dapat membentuk institusi sosial yang akan membawa pengaruh langsung pada tingkat atau karakter perubahan sosial. Kedua, hukum sering kali menyediakan kerangka institusional bagi lembaga tertentu yang secara khusus dirancang untuk mempercepat pengaruh perubahan. Dan yang ketiga, hukum membentuk kewajiban-kewajiban untuk membangun situasi yang dapat mendorong terjadinya perubahan.
Ada beberapa kondisi di dalam hukum yang dapat mempengaruhi perilaku (perubahan sosial) secara efektif. Pertama, sumber dari hukum yang baru dibentuk harus bersifat otoritatif dan prestisius. Mandat dari para legislator memberikan legitimasi bagi tindakan yang mereka lakukan untuk mewujudkan perubahan yang substansial.
Kedua, alasan dibuatnya hukum baru tersebut harus diungkapkan, khususnya terkait dengan kompatibilitas dan kontinuitasnya dengan prinsip-prinsip hukum dan budaya yang telah ada. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa hukum dapat menjadi sebuah kekuatan yang tangguh untuk perubahan ketika perubahan tersebut berasal dari sebuah prinsip yang telah mengakar kuat pada budaya masyarakat yang bersangkutan. Hukum harus tampil secara kompatibel dengan asumsi-asumsi budaya dan pola-pola perkembangan hukum yang paling umum diterima.
Ketiga, menjelaskan mengenai sifat dasar dan signifikan dari pola tingkah laku yang baru yang diharuskan oleh hukum dengan melihat pada kelompok, masyarakat, atau komunitas di mana pola-pola ini hadir. Dengan demikian hukum baru yang dibentuk tersebut bersifat praktis dalam tujuannya.
Keempat, menggunakan unsur waktu secara sadar dalam tindakan legislatif. Semakin singkat waktu transisinya, semakin mudah adaptasi perubahan yang dibutuhkan oleh hukum. Pengurangan penundaan akan meminimalisir kemungkinan tumbuhnya perlawanan yang terorganisir maupun yang tidak terorganisir tehadap perubahan. Namun ada pula asumsi yang menyatakan bahwa legislasi akan bekerja dengan lebih baik apabila diberi waktu untuk merencanakan persiapan dalam rangka menyambut perubahan.
Kelima, bahwa lembaga penyelenggara hukum harus berkomitmen terhadap tingkah laku yang diharuskan oleh hukum. Penting untuk mempertanyakan tekanan seperti apa yang cenderung muncul pada lembaga penyelenggara hukum dalam upaya mendukung penyelenggaraan hukum yang efektif.
Keenam, perlunya sanksi positif dalam perumusan hukum. Sanksi hukum biasanya dianggap sebagai hukuman dalam berbagai macam bentuknya. Insentif positif bagi yang telah mematuhi hukum juga sama pentingnya untuk mendorong perubahan sosial. Kombinasi antara imbalan dan hukuman harus memiliki proporsi yang seimbang. Yang terakhir, memberikan perlindungan yang efektif bagi hak-hak orang yang dirugikan akibat pelanggaran hukum. Mereka harus diberi insentif untuk menggunakan legislasi tersebut.
Apabila ditilik dari proses perkembangan hukum dalam sejarah terhadap hubungan dengan eksistensi dan peranan dari kesadaran hukum masyarakat ini dalam tubuh hukum positif, terdapat suatu proses pasang surut dalam bentangan waktu yang teramat panjang. Hukum hukum masyarakat primitif, jelas merupakan hukum yang sangat berpengaruh, bahkan secara total merupkan penjelmaan dari hukum masysarakatnya. Kemudian, ketika berkembangnya paham scholastic yang di percaya. Hukum berasal dari tahun (abad pertengahan) dan berkembang mazhab hukum alam modern (abad ke- 18 dan ke-19), mengultuskan rasio manusia, eksistensi dan peranan kesadaran, sangat kecil dalam hal ini, kesadaran hukum tidk penting lagi bagi hukum. Yang terpenting adalah titah tuhan sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab suci (mazhab scholastik) atau hasil renungan manusia dengan menyesuaikan rasionya. (Mazhab hukum alam modern) selanjutnya, ketika berkembangnya paham-paham sosiologi pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang masuk juga kedalam bidang hukum.[9]
Masalah kesadaran hukum masyarakat mulai lagi berperan dalam pembentukan, penerapan dan penganalisaan hukum. Dengan demikian, terhadap hukum dalam masyarakat maju berlaku ajaran yang disebut dengan co-variant theory. Teory ini mengajarkan bahwa ada kecocokan antara hukum dan bentuk-bentuk prilaku hukum. Disamping itu berlaku juga doktrin volksgeist (jiwa bangsa) dan rechtsbemu stzijn (kesadaran hukum) sebagaimana yang diajarkan oleh Eugen Ehrlich. Misalnya doktrin – doktrin tersebut mengajarkan bahwa hukum haruslah sesuai dengan jiwa bangsa atau kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum dipandang sebagai mediator antara hukum dan bentuk-bentuk prilaku manusia dalam masyarakat.
Hukum adalah pegangan yang pasti, positif, dan pengarah bagi tujuan-tujuan program suatu pemerintahan yang akan dicapai. Semua aspek kehidupan dan kesosialan harus diatur dan harus tunduk pada prinsip-prinsip hukum, sehingga dapat tercipta masyarakat yang teratur, tertib dan berbudaya disiplin. Hukum dipandang selain sebagai sarana pengaturan ketertiban rakyat (a tool of sosial order) tetapi juga dipandang sebagai sarana untuk memperbaharui dan mengubah masyarakat ke arah hidup yang lebih baik (as a tool of sosial engineering).
Sebagai alat untuk mengubah masyarakat yang dikemukakan oleh Roscoe Pound “as a tool of sosial engineering”. Perubahan masyarakat yang dimaksud terjadi bila seseorang atau sekelompok orang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pelopor perubahan tersebut memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial dan di dalam melaksanakan hal itu langsung berkaitan dengan tekanan-tekanan untuk melakukan perubahan, dan mungkin pula menyebabkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga lainnya.[10]
Terbentuknya hukum sangat berpengaruh bagi kelangsungan sebuah sistem kesosialan masyarakat. Hukum itu bersifat terikat terhadap setiap individu. Dengan adanya hukum yang terikat, segala bentuk kegiatan masyarakat, baik itu yang positif maupun negatif akan terkontrol oleh adanya hukum. Tindakan masyarakat akan terus mengalami perubahan, apabila masyarakat tersebut melakukan sebuah tindakan negatif yang bertentangan dengan hukum yang telah terbentuk. Pelanggaran terhadap hukum, akan mengakibatkan masyarakat mendapat beberapa sanksi tegas, sehingga sedikit demi sedikit kedisiplinan akan kepatuhan masyarakat akan terbentuk.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari apa yang telah dipaparkan maka dapat diambil kesimpulan sebagai penutup, yaitu:
A)    Perubahan sosial mengarah kepada perubahan hukum.  Dalam hal ini, hukum bersifat reaktif dan mengikuti perubahan sosial.  Perubahan hukum adalah salah satu dari banyak respons terhadap perubahan sosial. Sering kali respons hukum terhadap perubahan sosial, yang sudah pasti melalui suatu tenggang waktu (time lag), akan menyebabkan perubahan sosial baru.
B)    Perubahan-perubahan sosial yang terjadi di dalam suatu masyarakat dapat terjadi oleh bermacam-macam sebab. Sebab sebab tersebut dapat berasal dari masyarakat itu sendiri (intern) maupun dari luar masyarakat tersebut (ekstern).
C)    Hukum berperan penting dalam mendorong terjadinya perubahan sosial dengan berbagai cara. Hukum dapat membentuk institusi sosial yang akan membawa pengaruh langsung pada tingkat atau karakter perubahan sosial, hukum sering kali menyediakan kerangka institusional bagi lembaga tertentu yang secara khusus dirancang untuk mempercepat pengaruh perubahan, serta hukum membentuk kewajiban-kewajiban untuk membangun situasi yang dapat mendorong terjadinya perubahan. Diperlukan kondisi-kondisi tertentu agar hukum dapat mempengaruhi perilaku (perubahan sosial) secara efektif.







DAFTAR PUSTAKA
Bungin.Burhanuddin, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradikma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2006)
Gazalba.Sidi, Islam dan Perubahan Sosial Budaya: Kajian Islam tentang Perubahan
Masyarakat, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983)
Nommy Horas Thombang.Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan,
(Jakarta: Ed Ke-2, Erlangga 2004)
Ogburn.William F., Sosial Change, (New York: Viking Press, 1982)
Soekanto.Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas
Indonesia, 1974)
Soerjono Soekamto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005)
Susanto.Asrid S., Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Jakarta: TK.Bica Cupta,
1979)
Syani.Abdul, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995)





[1] William F. Ogburn, Sosial Change, (New York: Viking Press, 1982), hlm. 7
[2] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1974), hlm. 217
[3] Sidi Gazalba, Islam dan Perubahan Sosial Budaya: Kajian Islam tentang Perubahan Masyarakat, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983), hlm. 15
[4] Burhanuddin Bungin, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradikma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2006), hlm. 92
[5] Abdul Syani, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hlm.88
[6] Astrid S.Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (TK.Bica Cupta, 1979), hlm.178
[7] Soerjonno Soekanto,  Sosiologi Suatu Pengantar, hlm. 281
[8] Soerjono Soekamto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005), hlm. 112

[10] Siahaan, Nommy Horas Thombang., Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, (Erlangga: Jakarta, 2004), hlm. 125

Tidak ada komentar:

Posting Komentar